Bupati Nisel, Idialisman Dachi diperiksa, Kamis (30/1), yang untuk sementara masih berstatus saksi. Sementara Suasana Dachi menjalani pemeriksaan, Senin (3/2), dengan status saksi.
"Bupati Nisel dan abangnya sudah kita periksa. Masing-masing sebagai saksi ," kata Direktur Ditreskrimsus Poldasu Kombes Pol.Drs. Dono Indarto, Senin (3/2) di ruang kerjanya.
Dono mengatakan, keduanya diperiksa untuk melengkapi salah satu petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melengkapi berkas pemeriksaan tersangka, Sekda Nisel Asa'aro Laia dan Asisten 1 Feriaman Sarumaha, yang dikembalikan jaksa.
"Jaksa mengembalikan (P19) berkas kedua tersangka, dengan petunjuk supaya memeriksa Bupati Idealisman Dachi dan Suasana Dachi. Keduanyapun sudah kita periksa," terangnya.
Untuk saat ini, sambung Dono, pihaknya belum meningkatkan status Bupati Nisel, Idialisman Dachi menjadi tersangka karena masih butuh pendalaman.
Diakui Dono Indarto, sebagian bukti adanya keterlibatan Bupati Nisel dalam kasus korupsi BBI sudah dimiliki penyidik. Namun, perlu pendalaman supaya lebih falid.
Dono Indarto memastikan, jumlah tersangka tidak hanya tiga orang (Sekda Asa'aro Laia, Asisten 1 Feriaman Sarumaha dan pemilik lahan juga adik kandung bupati, Firman Adil Dachi red), tapi akan bertambah.
"Tersangkanya pasti lebih dari tiga orang. Tunggu dulu ketiga tersangka dilimpahkan tahap II ke jaksa, barulah yang lain kita sikat," tegasnya.
Disebutkannya, selain ketiga tersangka, ada beberapa orang yang sudah diperiksa yaitu Bupati Nisel, Idialisman Dachi, Suasana Dachi, Aroni Halawa, Kepala Badan Keuangan Pemkab Nias Selatan, Tongoni Tofonao.
Sebagaimana diketahui, dugaan korupsi itu berawal dari rencana Pemkab Nisel membeli lahan untuk pembangunan fasilitas umum, dana bersumber dari APBD TA 2012 sebesar Rp.11 miliar.
Namun, pengadaan lahan untuk fasilitas umum itu dialihkan ke pengadaan BBI. Lahan seluas 64.377 M2 itu adalah milik Firman Adil Dachi yang sebelumnya dibeli dari masyarakat Rp.875 juta. Namun dibeli Pemkab Nisel sebesar Rp.11 miliar. Hasil audit BPKP ditemukan kerugian negara Rp.9,9 milyar.
"Modus terjadinya korupsi dengan cara mark up harga tanah. .Artinya, harga tanah tidak sesuai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak)," kata Dono Indarto. (Jst)