Dra. Herlina Gea, M.Si |
Kali ini saya ingin berbagi pengetahuan tentang ‘Korupsi’ karena prihatin atas berbagai berita yang menjerat para Pemimpin, baik di skala Nasional maupun dalam skala Daerah. Para elit, baik Politisi, Anggota Dewan, Kada dan juga yang berada dijajaran fungsional banyak yang terjerat kasus korupsi. Saya memilih judul ‘Korupsi vs Cita Cita Men-Sejahterakan Rakyat’, karena diberbagai berita kita melihat betapa banyak tokoh yang tadinya dikenal sebagai pejuang kesejahteraan rakyat, namun harus menerima hukuman ataupun jadi tersangka pelaku korupsi.
Saya mulai dengan kata ‘korupsi’ itu sendiri. Kata ini sungguh sangat akrab ditelinga setiap orang, namun pengertiannya secara tepat memang perlu kita pahami. Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (S. Wojowasito-WJS Purwadarminta: 1976). Dan menurut Muhammad Ali: 1993, pengertian Korupsi dapat dijelaskan dalam 3 aspek sebagai berikut:
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi .
Seorang tokoh yang sangat dikenal dalam penegakkan Hukum di Indonesia, yaitu Baharudin Lopa, mengutip David M. Chalmers mengatakan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum.
Kalau pengertian korupsi adalah sedemikian, menjadi mengherankan ketika banyak Pemimpin dan para pejabat terjerat kasus korupsi. Mari melihat beberapa faktor yang menyebabkan korupsi.
Secara umum penyebab korupsi dapat dibedakan dalam dua hal besar yaitu : Faktor Internal dan Faktor External.
Faktor internal antara lain
1) Aspek Perilaku Individu : Sifat rakus manusia, Moral yang kurang kuat dan Gaya hidup konsumtif. 2) Aspek Sosial : hati-hati karena keluarga bisa menjadi pendorong seseorang untuk menjadi koruptif.
Faktor eksternal antara lain
1) Aspek sikap masyarakat yang permisif terhadap pelaku korupsi.
2) Aspek Ekonomi, sering digunakan sebagai alasan untuk korupsi.
3) Aspek Politis, kebutuhan dana dan kekuasaan sering menjadi alasan bagi orang untuk melakukan korupsi dan penyuapan.
Dari seluruh aspek diatas, yang paling memegang peranan adalah Aspek Internal itu sendiri.
Dewasa ini korupsi dikenal dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah: Suap menyuap, Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan, Gratifikasi dan menurut KPK, harus memenuhi unsur Kerugian Negara.
Kembali ke topik tulisan, dimana Korupsi yang sudah kita bahas panjang lebar, sering mengaburkan nilai cita-cita luhur untuk men-sejahterakan rakyat. Bagi setiap yang saat ini sedang berjuang untuk menjadi Pejabat Publik, baik menjadi Pemimpin maupun menjadi Wakil Rakyat, tentu mempunyai tujuan utama yaitu mengabdi untuk Bangsa dan men-sejahterakan rakyat. Hal ini bisa dilakukan apabila berbagai aspek penyebab korupsi diatas dapat ditemukan penangkalnya terutama dalam aspek internal.
Memperkaya diri sendiri dengan cara-cara koruptif akan menghambat cita-cita luhur untuk pengabdian kepada Bangsa, demikian juga apabila berada dalam suatu sistim yang koruptif bisa menyeret diri sendiri dan terjerat korupsi. Gaya hidup konsumtif adalah aspek internal yang sangat berpotensi untuk berbuat koruptif. Penampilan fisik dengan berbagai kelengkapannya butuh biaya besar, yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan pencapaian cita-cita luhur yang ingin dicapai. Hidup sederhana dan menampilkan diri apa adanya sama seperti sebelum menjadi pejabat, merupakan salah satu penangkal untuk tidak koruptif.
Pesta Demokrasi sudah didepan mata kita, semua para Caleg dari berbagai tingkatan berusaha menunjukkan daya tarik agar bisa menjadi pilihan masyarakat. Hal ini sah-sah saja dilakukan, kita masyarakat diminta jeli untuk melihat jejak rekam dari setiap Caleg yang ada. Masyarakat juga tidak perlu menghakimi dan menghujat tapi cukup mengambil bagian dalam memilih yang mempunyai jejak rekam sosok yang selalu mengedepankan kepentingan masyarakat.
Akhir kata, mari sukseskan Pileg 2014, mengawal setiap proses pesta demokrasi dari apa yang bisa kita pahami, mencari tau info lebih banyak tentang sikap-sikap koruptif disekitar kita dan mencegah diri sendiri untuk terlibat dalam kegiatan korupsi karena akan menjadi penghalang cita-cita luhur yang ingin kita capai.
Ttd.hg – mengutip berbagai sumber