Jakarta, – Penetapan DPT Pemilu 2014 masih
menyisakan tugas berat bagi KPU. Ditemukannya data pemilih tanpa NIK
dalam jumlah besar merupakan pertanda bahwa DPT Pemilu 2014 belum valid.
Menurut
data terakhir pada saat penetapan DPT (5/11/2013), diperkirakan
terdapat 10,4 jt pemilih tanpa NIK. Padahal menurut pasal 33 ayat (2) UU
No. 8 tahun 2012, terdapat lima syarat minimal yang harus dipenuhi
dalam penetapan DPT, termasuk di dalamnya NIK. Itu artinya, KPU telah
melanggar UU No. 8 tahun 2012. Rakyat dapat menggugat KPU bersama-sama
dengan Mendagri.
Ketua Forum Akademisi IT (FAIT), Hotland
Sitorus, melalui rilisnya mengatakan, lebih dari 14 jt pemilih yang
tercantum di DPT Pemilu 2014 bermasalah, ada pemilih tanpa NIK, pemilih
ganda, pemilih tanpa tempat lahir, dan pemilih yang namanya tidak jelas.
“Kami
telah menyisir DPT Pemilu 2014 yang baru ditetapkan KPU. Dengan
mengambil sampel secara random di 100 kecamatan dari Provinsi Papua,
Sumut, Sumsel, Maluku, Kalsel, Sulsel, Jabar, Jateng, Jatim, Banten dan
DKI Jakarta, disimpulkan rata-rata Pemilih tanpa NIK lebih dari 8
persen.
Itu artinya, bila pendekatan ini digunakan secara nasional, maka terdapat 14,9 jt pemilih tanpa NIK ”, sebut Hotland Sitorus.
Hotland
Sitorus juga merinci, berdasarkan data sampel yang diperoleh, jumlah
pemilih tanpa NIK yang terdaftar di DPT terbesar di Provinsi Papua
mencapai hingga 80 persen di satu kelurahan. Sedangkan di Pulau Jawa,
jumlah pemilih tanpa NIK terdapat di Provinsi Jabar, Kabupaten Bandung,
Kecamatan Ciparay, Kelurahan Sarimahi yang mencapai 28,4 persen.
“Kita
jangan hanya berbicarakan pemilih tanpa NIK saja, tetapi juga pemilih
ganda dan pemilih dengan nama yang tidak jelas. Apabila diakumulasikan,
maka jumlahnya cukup signifikan dan ini tidak boleh dibiarkan begitu
saja. KPU dan Mendagri harus bertanggung jawab”, lanjut Hotland Sitorus.
Mengingat
adanya batasan waktu yang ditetapkan di dalam UU No. 8 tahun 2012, maka
tahapan penyelenggaraan Pemilu 2014 sebenarnya sudah melanggara aturan.
Pasal 38 ayat (3) jelas menyebutkan bahwa DPT ditetapkan paling lama
tujuh hari sejak berakhirnya perbaikan terhadap DPSHP. Itu artinya, DPT
seharusnya sudah final dan tidak ada lagi perbaikan.
“Masalah
penetapan DPT Pemilu sudah diatur di dalam UU, lantas kenapa KPU
mengatakan akan memperbaiki DPT Pemilu 2014 dalam waktu satu bulan?
Apakah hal ini tidak melaggar aturan?”, sebut Sekjen FAIT, Janner
Simarmata.
“KPU dan Mendagri seharusnya membuka mata terhadap
permasalahan ini. Dari awal kan bisa bekerja sama dengan pihak yang
berkompeten dan independen. Ini masalah penerapan teknologi IT semata,
apakah KPU dan Kemendagri mampu memanfaatkannya atau tidak”, lanjut
Janner Simarmata.
“FAIT selalu siap bekerjasama dengan siapa saja
dalam hal penggunaan Teknologi IT. Apalagi ini masalah tanggung jawab
masa depan bangsa.”, tegas Janner Simarmata.
Tabs
Pengunjung Seminggu Terakhir
LOWONGAN PEKERJAAN
Dibutuhkan Wartawan BeritaNias.Com
Silahkan Email Lamaran Anda
Email ke: kabarnias@gmail.com
Silahkan Email Lamaran Anda
CV Anda ke redaksi.
Email ke: kabarnias@gmail.com