Jakarta - Lima fraksi DPR RI sepakat agar
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang
merupakan revisi UU 42 Tahun 2008 tentang Pilpres tidak dibahas. Lima
fraksi tersebut adalah Fraksi Demokrat, Golkar, PDIP, PAN dan PKB di
Badan Legislasi DPR RI.
Sedangkan empat fraksi kecil atau 'gurem', yakni Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi Gerindra dan Hanura tetap menginginkan agar pembahasan RUU Pilpres dilanjutkan sehingga menjadi UU Pilpres baru.
Rapat Pleno Baleg DPR RI dipimpin oleh Ketua Baleg Ignatius Mulyono.
Menurut Juru Bicara Fraksi Demokrat, Harry Wicaksono, UU 42 tahun 2008 masih layak dan relevan untuk digunakan pada Pilres 2014.
"Fraksi PD menolak pembahasan RUU Pilpres karena masih relevan untuk digunakan pada Pilpres 2014," kata Harry dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Fraksi Golkar melalui Ali Wongso menyatakan bahwa tahapan Pemilu 2014 sudah sangat mendesak dan UU 42 masih layak digunakan.
"FPG menolak pembahasan RUU Pilpres. Pertahankan syarat yang lama. UU 42 tahun 2008 masih relevan untuk digunakan pada Pilpres 2014. FPG ingin RUU Pilpres ditarik dari Program Legislasi Nasional," kata Ali Wongso.
Hal yang sama juga dikatakan juru bicara FPDIP, Arif Wibowo.
"UU 42 tahun 2008 kalaupun dibahas atau direvisi, bisa dilakukan pada periode mendatang. FPDIP menolak RUU Pilres dan selanjutnya FPDIP tidak menghendaki ada dalam prolegnas 2013," kata Arif.
Sedangkan Juru Bicara Fraksi PKS, Buchori Yusuf menyatakan perlunya dilanjutkan pembahasan RUU Pilres karena perlu perbaikan sistem dalam memilih pemimpin.
UU 42 tahun 2008, katanya, memiliki banyak kelemahan dan patut disempurnakan. Dari catatannya, ada 13 kelemahan UU 42 tahun 2008. Tapi yang paling penting adalah Presidential Threshold.
"FPKS perlu dan penting pembahasan RUU Pilpres ini untuk dijadikan UU," kata Buchori.
Anggota FPPP, Ahmad Yani mengatakan, dilanjutkannya pembahasan RUU Pilpres tak lain untuk menjalankan UUD 45 dimana pada 6A ayat 2 tidak mencantumkan syarat untuk mengusung calon presiden.
"Kalau taat konstitusi harus zero presidential threshold. Maka RUU Pilpres harus dilanjutkan untuk dibahas menjadi UU. Lagipula, kita (DPR RI) yang ajukan, kenapa DPR RI sendiri yang membatalkan, apa kata dunia? Kita juga belum bahas dengan pemerintah, kenapa harus ditentukan. PPP ingin bahas dan bawa ke paripurna," kata Yani.
Sedangkan empat fraksi kecil atau 'gurem', yakni Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi Gerindra dan Hanura tetap menginginkan agar pembahasan RUU Pilpres dilanjutkan sehingga menjadi UU Pilpres baru.
Rapat Pleno Baleg DPR RI dipimpin oleh Ketua Baleg Ignatius Mulyono.
Menurut Juru Bicara Fraksi Demokrat, Harry Wicaksono, UU 42 tahun 2008 masih layak dan relevan untuk digunakan pada Pilres 2014.
"Fraksi PD menolak pembahasan RUU Pilpres karena masih relevan untuk digunakan pada Pilpres 2014," kata Harry dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
Fraksi Golkar melalui Ali Wongso menyatakan bahwa tahapan Pemilu 2014 sudah sangat mendesak dan UU 42 masih layak digunakan.
"FPG menolak pembahasan RUU Pilpres. Pertahankan syarat yang lama. UU 42 tahun 2008 masih relevan untuk digunakan pada Pilpres 2014. FPG ingin RUU Pilpres ditarik dari Program Legislasi Nasional," kata Ali Wongso.
Hal yang sama juga dikatakan juru bicara FPDIP, Arif Wibowo.
"UU 42 tahun 2008 kalaupun dibahas atau direvisi, bisa dilakukan pada periode mendatang. FPDIP menolak RUU Pilres dan selanjutnya FPDIP tidak menghendaki ada dalam prolegnas 2013," kata Arif.
Sedangkan Juru Bicara Fraksi PKS, Buchori Yusuf menyatakan perlunya dilanjutkan pembahasan RUU Pilres karena perlu perbaikan sistem dalam memilih pemimpin.
UU 42 tahun 2008, katanya, memiliki banyak kelemahan dan patut disempurnakan. Dari catatannya, ada 13 kelemahan UU 42 tahun 2008. Tapi yang paling penting adalah Presidential Threshold.
"FPKS perlu dan penting pembahasan RUU Pilpres ini untuk dijadikan UU," kata Buchori.
Anggota FPPP, Ahmad Yani mengatakan, dilanjutkannya pembahasan RUU Pilpres tak lain untuk menjalankan UUD 45 dimana pada 6A ayat 2 tidak mencantumkan syarat untuk mengusung calon presiden.
"Kalau taat konstitusi harus zero presidential threshold. Maka RUU Pilpres harus dilanjutkan untuk dibahas menjadi UU. Lagipula, kita (DPR RI) yang ajukan, kenapa DPR RI sendiri yang membatalkan, apa kata dunia? Kita juga belum bahas dengan pemerintah, kenapa harus ditentukan. PPP ingin bahas dan bawa ke paripurna," kata Yani.