Jakarta, - Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan manuver politik yang dilakukan Kompolnas. Dalam dua bulan terakhir ini, sedikitnya ada tiga manuver politik yang dilakukan Kompolnas, yang bisa membuat internal Polri terpecah-belah.
Misalnya, kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Kompolnas merekrut sejumlah pati menjadi bakal calon Kapolri. Padahal belum ada surat permintaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terutama ke internal Polri agar mempersiapkan proses pergantian kapolri. Kemudian mewawancarai para bakal calon Kapolri dan meminta mereka melaporkan kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Dalam hal ini para pati cenderung dijadikan kelinci percobaan," kata Neta di Jakarta, Selasa (10/9).
Selain itu, Kompolnas juga mengumumkan ada tiga pati bakal Calon Kapolri punya rekening gendut, padahal sejauh ini belum ada proses hukum terhadap kasus rekening gendut di Polri. Bahkan Kapolri BHD waktu itu sudah mengatakan, kasus rekening gendut Polri sudah selesai. Dan KPK, sebagai lembaga pemberantasan korupsi tidak pernah mau menyidik kasus tersebut.
"Dari manuver politik ini, IPW menilai Kompolnas sudah melakukan pembunuhan karakter, baik terhadap Kapolri Timur Pradopo maupun terhadap para bakal Calon Kapolri, terutama yang disebut-sebut terlibat rekening gendut," katanya.
Dikatakannya, manuver politik Kompolnas ini sangat tidak etis dan bisa dinilai sebagai sebuah upaya untuk mendukung dan menggolkan calon tertentu. Untuk itu IPW, lanjut Neta, mendesak Kompolnas segera meminta maaf, terutama terhadap Kapolri Timur Pradopo yang sudah terdzalimi akibat adanya isu pergantian Kapolri yang digulirkan Kompolnas. Padahal sejauh ini belum terlihat ada tanda-tanda dari Presiden akan mengganti Kapolri Timur, sementara masa pensiun timur sendiri baru jatuh tempo pada Januari 2014 yang akan datang.
"Untuk itu IPW berharap, Kompolnas menghentikan manuver politiknya sampai kemudian ada surat dari Presiden ke Polri yang meminta diprosesnya pergantian Kapolri. Jika manuver politik Kompolnas ini dibiarkan akan terjadi tarik-menarik di internal Polri. Akibatnya, Polri tidak solid akibat intervensi pihak luar," katanya.
Misalnya, kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, Kompolnas merekrut sejumlah pati menjadi bakal calon Kapolri. Padahal belum ada surat permintaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terutama ke internal Polri agar mempersiapkan proses pergantian kapolri. Kemudian mewawancarai para bakal calon Kapolri dan meminta mereka melaporkan kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Dalam hal ini para pati cenderung dijadikan kelinci percobaan," kata Neta di Jakarta, Selasa (10/9).
Selain itu, Kompolnas juga mengumumkan ada tiga pati bakal Calon Kapolri punya rekening gendut, padahal sejauh ini belum ada proses hukum terhadap kasus rekening gendut di Polri. Bahkan Kapolri BHD waktu itu sudah mengatakan, kasus rekening gendut Polri sudah selesai. Dan KPK, sebagai lembaga pemberantasan korupsi tidak pernah mau menyidik kasus tersebut.
"Dari manuver politik ini, IPW menilai Kompolnas sudah melakukan pembunuhan karakter, baik terhadap Kapolri Timur Pradopo maupun terhadap para bakal Calon Kapolri, terutama yang disebut-sebut terlibat rekening gendut," katanya.
Dikatakannya, manuver politik Kompolnas ini sangat tidak etis dan bisa dinilai sebagai sebuah upaya untuk mendukung dan menggolkan calon tertentu. Untuk itu IPW, lanjut Neta, mendesak Kompolnas segera meminta maaf, terutama terhadap Kapolri Timur Pradopo yang sudah terdzalimi akibat adanya isu pergantian Kapolri yang digulirkan Kompolnas. Padahal sejauh ini belum terlihat ada tanda-tanda dari Presiden akan mengganti Kapolri Timur, sementara masa pensiun timur sendiri baru jatuh tempo pada Januari 2014 yang akan datang.
"Untuk itu IPW berharap, Kompolnas menghentikan manuver politiknya sampai kemudian ada surat dari Presiden ke Polri yang meminta diprosesnya pergantian Kapolri. Jika manuver politik Kompolnas ini dibiarkan akan terjadi tarik-menarik di internal Polri. Akibatnya, Polri tidak solid akibat intervensi pihak luar," katanya.